Shalat ini dinamakan tarawih yang artinya istirahat karena orang yang
melakukan shalat tarawih beristirahat setelah melaksanakan shalat
empat raka’at. Shalat tarawih termasuk qiyamul lail atau shalat malam.
Akan tetapi shalat tarawih ini dikhususkan di bulan Ramadhan. Jadi,
shalat tarawih ini adalah shalat malam yang dilakukan di bulan Ramadhan.
Adapun
shalat tarawih tidak disyariatkan untuk tidur terlebih dahulu dan
shalat tarawih hanya khusus dikerjakan di bulan Ramadhan. Sedangkan
shalat tahajjud menurut mayoritas pakar fiqih adalah shalat sunnah yang
dilakukan setelah bangun tidur dan dilakukan di malam mana saja.
Para
ulama sepakat bahwa shalat tarawih hukumnya adalah sunnah (dianjurkan).
Bahkan menurut ulama Hanafiyah, Hanabilah, dan Malikiyyah, hukum shalat
tarawih adalah sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan). Shalat ini
dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan. Shalat tarawih merupakan salah
satu syi’ar Islam.
Keutamaan Shalat Tarawih
Pertama, akan mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
(HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759). Yang dimaksud qiyam Ramadhan
adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh An Nawawi.
Hadits
ini memberitahukan bahwa shalat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan
syarat karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah
dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau alasan lainnya.
Yang
dimaksud “pengampunan dosa” dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa
besar dan dosa kecil berdasarkan tekstual hadits, sebagaimana ditegaskan
oleh Ibnul Mundzir. Namun An Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksudkan
pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk dosa kecil.
Kedua, shalat tarawih bersama imam seperti shalat semalam penuh.
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.”[8] Hal
ini sekaligus merupakan anjuran agar kaum muslimin mengerjakan shalat
tarawih secara berjama’ah dan mengikuti imam hingga selesai.
Ketiga, shalat tarawih adalah seutama-utamanya shalat.
Ulama-ulama
Hanabilah (madzhab Hambali) mengatakan bahwa seutama-utamanya shalat
sunnah adalah shalat yang dianjurkan dilakukan secara berjama’ah. Karena
shalat seperti ini hampir serupa dengan shalat fardhu. Kemudian shalat
yang lebih utama lagi adalah shalat rawatib (shalat yang mengiringi
shalat fardhu, sebelum atau sesudahnya). Shalat yang paling ditekankan
dilakukan secara berjama’ah adalah shalat kusuf (shalat gerhana)
kemudian shalat tarawih.
Jumlah Raka’at Shalat Tarawih yang Dianjurkan
Jumlah raka’at shalat tarawih yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 11 atau 13 raka’at. Inilah yang dipilih oleh Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits yang telah lewat.
Juga terdapat riwayat dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata,
كَانَ صَلاَةُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً . يَعْنِى بِاللَّيْلِ
“Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari adalah 13 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764).
Aturan Shalat Tarawih
Salam Setiap Dua Raka’at
Para
pakar fiqih berpendapat bahwa shalat tarawih dilakukan dengan salam
setiap dua raka’at. Karena tarawih termasuk shalat malam. Sedangkan
shalat malam dilakukan dengan dua raka’at salam dan dua raka’at salam.
Dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى
“Shalat malam adalah dua raka’at dua raka’at.”
Istrihat Tiap Selesai Empat Raka’at
Para
ulama sepakat tentang disyariatkannya istirahat setiap melaksanakan
shalat tarawih empat raka’at. Inilah yang sudah turun temurun dilakukan
oleh para salaf. Namun tidak mengapa kalau tidak istirahat ketika itu.
Dan juga tidak disyariatkan untuk membaca do’a tertentu ketika melakukan
istirahat. Inilah pendapat yang benar dalam madzhab Hambali.
Dasar dari hal ini adalah perkataan ‘Aisyah yang menjelaskan tata cara shalat malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يُصَلِّى
أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ
يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat 4 raka’at, maka
janganlah tanyakan mengenai bagus dan panjang raka’atnya. Kemudian
beliau melaksanakan shalat 4 raka’at lagi, maka janganlah tanyakan
mengenai bagus dan panjang raka’atnya.”
Yang dimaksud dalam hadits
ini adalah shalatnya dua raka’at salam, dua raka’at salam, namun setiap
empat raka’at ada duduk istrirahat.
Sebagai catatan
penting, tidaklah disyariatkan membaca dzikir-dzikir tertentu atau do’a
tertentu ketika istirahat setiap melakukan empat raka’at shalat tarawih,
sebagaimana hal ini dilakukan sebagian muslimin di tengah-tengah kita
yang mungkin saja belum mengetahui bahwa hal ini tidak ada tuntunannya
dalam ajaran Islam.
Ulama-ulama Hambali mengatakan, “Tidak
mengapa jika istirahat setiap melaksanakan empat raka’at shalat tarawih
ditinggalkan. Dan tidak dianjurkan membaca do’a-do’a tertentu ketika
waktu istirahat tersebut karena tidak adanya dalil yang menunjukkan hal
ini.”
“Ash Sholaatul Jaami’ah” untuk Menyeru Jama’ah dalam Shalat Tarawih?
Tidak
ada tuntunan untuk memanggil jama’ah dengan ucapan Ash Sholaatul
Jaami’ah. Ini termasuk perkara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Juga
dalam shalat tarawih tidak ada seruan adzan ataupun iqomah untuk
memanggil jama’ah karena adzan dan iqomah hanya ada pada shalat fardhu.
Surat yang Dibaca Ketika Shalat Tarawih
Tidak ada riwayat mengenai bacaan surat tertentu dalam shalat tarawih yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jadi, surat yang dibaca boleh berbeda-beda sesuai dengan keadaan. Imam
dianjurkan membaca bacaan surat yang tidak sampai membuat jama’ah bubar
meninggalkan shalat. Seandainya jama’ah senang dengan bacaan surat yang
panjang-panjang, maka itu lebih baik berdasarkan riwayat-riwayat yang
telah kami sebutkan.
Ada anjuran dari sebagian ulama
semacam ulama Hanafiyah dan Hambali untuk mengkhatamkan Al Qur’an di
bulan Ramadhan dengan tujuan agar manusia dapat mendengar seluruh Al
Qur’an ketika melaksanakan shalat tarawih.
Mengerjakan Shalat Tarawih Bersama Imam Hingga Imam Selesai Shalat
Sudah
selayaknya bagi makmum untuk menyelesaikan shalat malam hingga imam
selesai. Dan kuranglah tepat jika jama’ah bubar sebelum imam selesai.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.”
Jika
imam melaksanakan shalat tarawih ditambah shalat witir, makmum pun
seharusnya ikut menyelesaikan bersama imam. Itulah yang lebih tepat.
Shalat Tarawih bagi Wanita
Jika
menimbulkan godaan ketika keluar rumah (ketika melaksanakan shalat
tarawih), maka shalat di rumah lebih utama bagi wanita daripada di
masjid. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummu Humaid, istri Abu Humaid As
Saa’idiy. Ummu Humaid pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata bahwa dia sangat senang sekali bila dapat shalat bersama beliau.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ
عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلاَةَ … وَصَلاَتُكِ فِى دَارِكِ خَيْرٌ
لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِى مَسْجِدِ قَوْمِكِ وَصَلاَتُكِ فِى مَسْجِدِ
قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِى مَسْجِدِى
”Aku
telah mengetahui bahwa engkau senang sekali jika dapat shalat
bersamaku. … (Namun ketahuilah bahwa) shalatmu di rumahmu lebih baik
dari shalatmu di masjid kaummu. Dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik
daripada shalatmu di masjidku.”
Namun
jika wanita tersebut merasa tidak sempurna mengerjakan shalat tarawih
tersebut di rumah atau malah malas-malasan, juga jika dia pergi ke
masjid akan mendapat faedah lain bukan hanya shalat (seperti dapat
mendengarkan nasehat-nasehat agama atau pelajaran dari orang yang
berilmu atau dapat pula bertemu dengan wanita-wanita muslimah yang
sholihah atau di masjid para wanita yang saling bersua bisa saling
mengingatkan untuk banyak mendekatkan diri pada Allah, atau dapat
menyimak Al Qur’an dari seorang qori’ yang bagus bacaannya), maka dalam
kondisi seperti ini, wanita boleh saja keluar rumah menuju masjid. Hal
ini diperbolehkan bagi wanita asalkan dia tetap menutup aurat dengan
menggunakan hijab yang sempurna, keluar tanpa memakai harum-haruman
(parfum), dan keluarnya pun dengan izin suami.
Apabila wanita
berkeinginan menunaikan shalat jama’ah di masjid (setelah memperhatikan
syarat-syarat tadi), hendaklah suami tidak melarangnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ
“Janganlah kalian melarang istri-istri kalian untuk ke masjid, namun shalat di rumah mereka (para wanita) tentu lebih baik.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِذَا اسْتَأْذَنَكُمْ نِسَاؤُكُمْ إِلَى الْمَسَاجِدِ فَأْذَنُوا لَهُنَّ
“Jika istri kalian meminta izin pada kalian untuk ke masjid, maka izinkanlah mereka.”
Inilah penjelasan Syaikh Musthofa Al Adawi hafizhohullah yang penulis sarikan.
Dari
penjelasan para ulama di atas dapat kita simpulkan bahwa shalat tarawih
untuk wanita lebih baik adalah di rumahnya apalagi jika dapat
menimbulkan fitnah atau godaan. Lihatlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam masih mengatakan bahwa shalat bagi wanita di rumahnya lebih baik
daripada di masjidnya yaitu Masjid Nabawi. Padahal kita telah mengetahui
bahwa pahala yang diperoleh akan berlipat-lipat apabila seseorang
melaksanakan shalat di masjid beliau yaitu Masjid Nabawi.
Namun
apabila pergi ke masjid tidak menimbulkan fitnah (godaan) dan sudah
berhijab dengan sempurna, juga di masjid bisa dapat faedah lain selain
shalat seperti dapat mendengar nasehat-nasehat dari orang yang berilmu,
maka shalat tarawih di masjid diperbolehkan dengan memperhatikan
syarat-syarat ketika keluar rumah. Di antara syarat-syarat tersebut
adalah:
(1) menggunakan hijab dengan sempurna ketika keluar rumah
sebagaimana perintah Allah agar wanita memakai jilbab dan menutupi
seluruh tubuhnya selain wajah dan telapak tangan,
(2) minta izin kepada suami atau mahrom terlebih dahulu dan hendaklah suami atau mahrom tidak melarangnya,
(3) tidak menggunakan harum-haruman dan perhiasan yang dapat menimbulkan godaan.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.